Rabu, 24 September 2008

I Cried For My Brother Six Times

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan diriku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.

"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya.

Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!"

Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.

Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya! "

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun.

Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku.

Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya merengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..."

Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku."

Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya.

"Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan, saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"

Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."

Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku:

"Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas) .

Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, " Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana !"

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku?

Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?"

Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu? "

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu. ..."

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, "Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."

Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku.

"Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!"

Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan membalut lukanya.

"Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya.

"Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..."

Di tengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota .. Berkali-kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit.

Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. "Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan menjadi buah bibir orang?"

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"

"Mengapa membicarakan masa lalu?"

Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?"

Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat.

"Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku.

Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih kepadanya adalah adikku."

Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

.

DOA ADALAH HADIAH TERBESAR

Seorang ibu kumuh dengan baju kumal, masuk ke dalam sebuah supermarket.
Dengan sangat terbata-bata dan dengan bahasa yang sopan ia memohon agar
diperbolehkan mengutang. Ia memberitahukan bahwa suaminya sedang sakit
dan sudah seminggu tidak bekerja. Ia memiliki tujuh anak yang sangat
membutuhkan makan. Pemilik supermarket, mengusir dia keluar. Sambil
terus menggambarkan situasi keluarganya, si ibu terus menceritakan
tentang keluarganya. "Tolonglah, Pak, Saya janji akan segera membayar
setelah aku punya uang." Si Pemilik Toko tetap tidak mengabulkan permohonan tersebut. " Anda tidak mempunyai kartu kredit, anda tidak mempunyai garansi," alasannya. Di dekat counter pembayaran, ada seorang pelanggan lain, yang dari awal mendengarkan percakapan tadi. Dia mendekati keduanya dan berkata: "Saya akan bayar semua yang diperlukan Ibu ini." Karena malu, si pemilik toko akhirnya mengatakan, "Tidak perlu, Pak. Saya sendiri akan memberikannya dengan gratis. Baiklah, apakah ibu membawa daftar belanja?"
"Ya, Pak. Ini," katanya sambil menunjukkan sesobek kertas kumal. "Letakkanlah daftar belanja anda di dalam timbangan, dan saya akan
memberikan gratis belanjaan anda sesuai dengan berat timbangan tersebut."

Dengan sangat ragu-ragu dan setengah putus asa, Si Ibu menundukkan
kepala sebentar, menuliskan sesuatu pada kertas kumal tersebut, lalu
dengan kepala tetap tertunduk,meletakkannya ke dalam timbangan. Mata Si
pemilik toko terbelalak melihat jarum timbangan bergerak cepat ke bawah.

Ia menatap Pelanggan yang tadi menawarkan si ibu tadi sambil berucap
kecil, "Aku tidak percaya pada yang aku lihat."

Si pelanggan baik hati itu hanya tersenyum.Lalu, si ibu kumal tadi
mengambil barang-barang yang diperlukan, dan disaksikan oleh pelanggan
baik hati tadi, si Pemilik toko menaruh belanjaan tersebut pada sisi
timbangan yang lain. Jarum timbangan tidak kunjung berimbang, sehingga si ibu terus mengambil barang-barang keperluannya dan sipemilik toko terus menumpuknya pada timbangan, hingga tidak muat lagi.

Si Pemilik toko merasa sangat jengkel dan tidak dapat berbuat apa-apa.
Karena tidak tahan, Si pemilik toko diam-diam mengambil sobekan kertas
daftar belanja si Ibu kumal tadi. Dan ia-pun terbelalak. Di atas kertas
kumal itu tertulis sebuah doa pendek: "Ya Allah Ya Tuhanku Rabbi, Hanya
Engkau tahu apa yang hamba perlukan. Hamba menyerahkan segalanya ke
dalam tanganMu." Si Pemilik Toko terdiam. Si Ibu berterimakasih kepadanya, dan meninggalkan toko dengan belanjaan
gratisnya. Si pelanggan baik hati bahkan memberikan selembar uang
kepadanya.

Si Pemilik Toko kemudian mencek dan menemukan bahwa timbangan yang
dipakai tersebut ternyata rusak. Ternyata memang hanya Tuhan yang tahu
bobot sebuah doa. KEKUATAN SEBUAH DOA Segera setelah anda membaca cerita ini, ucapkanlah sebuah doa. Hanya itu
saja. Stop pekerjaan anda sekarang juga dan ucapkan sebuah doa. Lalu,
kirimkan cerita ini kepada setiap orang atau sahabat yang Anda kenal.
Biarlah Tali silatuhrahmi ini tidak terputus, karena "DOA ADALAH HADIAH TERBESAR DAN TERINDAH YANG KITA TERIMA. Tanpa biaya, tetapi penuh daya guna.

Senin, 15 September 2008

Kenali Wanita dari Cara Berjalannya



Percaya gak percaya....

Tips dari Kanjeng Pengeran Harya Tjakraningkrat dari buku bertajuk "Bethaljemur Addamakna". Menurutnya setiap gerakan wanita ketika berjalan, melambangkan keperibadiannya.

1. Bila berjalan, dari belakang kelihatan seperti tidak memijak tanah. Golongan wanita yang jalannya berginjat, konon wanita ini adalah wanita yang tidak jujur, bila berbohong, mulutnya laser dan menyinggung perasaan orang lain. Wanita yang berjalan seperti ini juga terkenal dengan sikap egonya. Lebih parah, wanita ini biasanya pemboros atau suka membazir uang tanpa berpikir sebelum berbelanja. Padahal, uangnya itu masih banyak kegunaannya. Tapi jangan berkecil hati, kerana wanita seperti ini biasanya menjadi pujaan lelaki.

2. Bila berjalan, sering menoleh ke kanan and kiri. Wanita seperti ini biasanya pandai menyimpan rahsia. Walaupun ramai yang menganggap wanita seperti ini tidak jujur, suka menipu teman sendiri, dan merugikan temannya, namun, byk lelaki yang berusaha untuk menaklukan hatinya. Konon wanita seperti ini senang diatur.

3. Bila berjalan suka menunduk Cara berjalan melambangkan wanita seperti ini memiliki sifat yang tertutup. Ia hanya akan berbicara dengan orang-orang yang dekat dengannya dan dpt dipercaya untuk menyimpan rahasianya. Wanita seperti ini biasanya sukar untuk ditakluk hatinya. Disamping sikapnya yang dingin, wanita seperti ini tidak peduli dengan kehidupan cinta. Namun, jika ada lelaki yang berhasil menawan hatinya, dijamin akan mendapat kebahagiaan. Sebab, wanita jenis ini sangat setia, dan dia tidak akan mengkhianati lelaki yang dicintainya.

4. Bila berjalan menatap lurus ke depan. Wanita seperti ini biasanya memiliki pendirian yang teguh. Jangan sekali-sekali menentang apa yang pernah dikatakannya, jika anda tidak mau mendengar dia bicara panjang lebar. Meski pendiriannya teguh, tapi selalu berselisih pendapat. Jangan heran jika wanita seperti ini hanya mau bicara dengan orang yang berpengetahuan luas.

5. Bila berjalan badan bergerak ke kanan dan kiri. Wanita yang berjalan dengan gaya yang sedemikian tidak perduli dengan masalah yang berlaku. Apa pun masalah yang ada dihadapannya, dianggap kecil. Padahal masalah itu sebenarnya memerlukan kebijaksanaan dalam menyelesaikannya. Kerana sifatnya yang suka ambil gampangnya ini, banyak persoalan yang akhirnya tidak dapat diselesaikan dan akibatnya merugikan diri sendiri.

6. Bila berjalan badan tampak tegak Wanita ini tegas menentukan sikapnya sendiri. Dia tidak mau urusan pribadinya dicampuri orang lain. Gaya bicaranya serius, menunjukkan dia memiliki pendirian teguh. Yang menarik dari wanita ini, ia bertanggungjawap terhadap apa yang pernah dilakukannya. Dia menyenangi lelaki yang mandiri tanpa meninggalkan sifat-sifat romantisnya.

7. Bila berjalan seperti Jerapah. Maksudnya, ketika melangkahkan kaki, kelihatan bergerak ke depan dan ke belakang. Wanita jenis ini sangat lemah perasaannya. Dia seorang yang mudah terasa dan mudah ersinggung. Jadi, saat anda bicara dengannya cobalah menjaga perasaannya agar tidak tersinggung, wanita ini mudah mengeluarkan air mata.

8. Bila berjalan sambil cengar-cengir, senyam-senyum tanpa alasan jelas ini wanita gila, agak kurang waras jgn didekati

9. Bila berjalan sambil nyanyi trus bawa kecrekan Berarti dia WARIA, bukan wanita asli..banyak pria yang takut padanya

10. Bila berjalan sambil sesekali memamerkan barisan gigi2nya yang putih HATI HATI dia belom di suntik rabies !

11. Bila berjalan, dari belakang kelihatan seperti tidak memijak tanah Mungkin dia syetan....lariiiiii......hahahhaha......

12. kalo ada wanita bisa jalan di air, wuah... itu pasti zhang zi yi! :p

13. Kalo ada wanita berambut panjang menutup muka dan keluar merangkak dari TV anda, maka itu Sadako. Avoid at all cost!

Merawatmu Di Usia Senja



Robertson Mc Quilkin mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai rektor di Universitas Internasional Columbia dengan alasan merawat istrinya, Muriel, yang sakit alzheimer yaitu gangguan fungsi otak. Muriel sudah seperti bayi, tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk makan, mandi dan buang air pun ia harus dibantu. Robertson memutuskan untuk merawat istrinya dengan tangannya sendiri, karena Muriel adalah wanita yang sangat istimewa baginya.

Pernah suatu kali ketika Robertson membersihkan lantai bekas ngompol Muriel dan di luar kesadaran, Muriel malah menyerakkan air seninya sendiri, sehingga Robertson kehilangan kendali emosinya. Ia menepis tangan Muriel dan memukul betisnya, guna menghentikannya. Setelah itu Robertson menyesal dan berkata dalam hatinya, "Apa gunanya saya memukulnya, walaupun tidak keras, tetapi itu cukup mengejutkannya. Selama 44 tahun kami menikah, saya belum pernah menyentuhnya karena marah, namun kini di saat ia sangat membutuhkan saya, saya memperlakukannya demikian. Ampuni saya, ya Tuhan." Tanpa peduli apakah Muriel mengerti atau tidak, Robertson meminta maaf atas hal yang telah dilakukannya.

Pada tanggal 14 Februari 1995, hari itu adalah hari istimewa untuk Robertson dan Muriel, karena pada tanggal itu di tahun 1948, Robertson melamar Muriel. Pada hari istimewa itu Robertson memandikan Muriel, lalu menyiapkan makan malam dengan menu kesukaan Muriel. Menjelang tidur ia mencium dan menggenggam tangan Muriel lalu berdoa, "Tuhan yang baik, Engkau mengasihi Muriel lebih dari aku mengasihinya, karena itu jagalah kekasih hatiku ini sepanjang malam dan biarlah ia mendengar nyanyian malaikatMu. Amin."

Pagi harinya, ketika Robertson berolahraga dengan menggunakan sepeda statisnya, Muriel terbangun dari tidurnya. Ia berusaha untuk mengambil posisi yang nyaman, kemudian melempar senyum manis kepada Robertson. Untuk pertama kalinya setelah selama berbulan-bulan Muriel tidak pernah berbicara, memanggil Robertson dengan suara yang lembut dan bening, "Sayangku ... sayangku ..." Robertson melompat dari sepedanya dan segera memeluk wanita yang sangat dikasihinya itu. "Sayangku, kau benar2 mencintaiku bukan ?" tanya Muriel. Setelah melihat anggukan dan senyum di wajah Robertson, Muriel berbisik, "Aku bahagia !" Itulah kata-kata terakhir yang diucapkan Muriel kepada Robertson.

Memelihara dan membahagiakan orang-orang yang berarti dalam hidup kita adalah suatu ibadah di hadapan Tuhan. Mengurus suami atau isteri yang sudah tidak berdaya adalah suatu perbuatan yang mulia. Mengurus ayah/ibu atau mertua adalah tugas seorang anak ataupun menantu. Mengurus kakek atau nenek yang sudah renta dan pikun juga adalah tanggung jawab para cucu. Jangan abaikan mereka yang telah renta, apalagi ketika mereka sudah tidak bisa berbuat apa2 lagi. Peliharalah mereka dengan kesabaran dan penuh kasih.

Sabtu, 13 September 2008

Di dunia ini, hanya ibu seorang yang baik

by aurelya

Alkisah, ada sepasang kekasih yang saling mencintai. Sang pria berasal dari keluarga kaya, dan merupakan orang yang terpandang di kota tersebut. Sedangkan sang wanita adalah seorang yatim piatu, hidup serba kekurangan, tetapi cantik, lemah lembut, dan baik hati. Kelebihan inilah yang
membuat sang pria jatuh hati.

Sang wanita hamil di luar nikah. Sang pria lalu mengajaknya menikah, dengan membawa sang wanita ke rumahnya. Seperti yang sudah mereka duga, orang
tua sang pria tidak menyukai wanita tsb. Sebagai orang yang terpandang di kota tsb, latar belakang wanita tsb akan merusak reputasi keluarga. Sebaliknya, mereka bahkan telah mencarikan jodoh yang sepadan untuk anaknya. Sang pria berusaha menyakinkan orang tuanya, bahwa ia sudah menetapkan
keputusannya, apapun resikonya bagi dia.

Sang wanita merasa tak berdaya, tetapi sang pria menyakinkan wanita tsb bahwa tidak ada yang bisa memisahkan mereka. Sang pria terus berargumen dengan orang tuanya, bahkan membantah perkataan orangtuanya, sesuatu yang belum pernah dilakukannya selama hidupnya (di zaman dulu, umumnya seorang
anak sangat tunduk pada orang tuanya).

Sebulan telah berlalu, sang pria gagal untuk membujuk orang tuanya agar menerima calon istrinya. Sang orang tua juga stress karena gagal membujuk
anak satu-satunya, agar berpisah dengan wanita tsb, yang menurut mereka akan sangat merugikan masa depannya.

Sang pria akhirnya menetapkan pilihan untuk kawin lari. Ia memutuskan untuk meninggalkan semuanya demi sang kekasih. Waktu keberangkatan pun
ditetapkan, tetapi rupanya rencana ini diketahui oleh orang tua sang pria. Maka ketika saatnya tiba, sang ortu mengunci anaknya di dalam kamar dan dijaga ketat oleh para bawahan di rumahnya yang besar.

Sebagai gantinya, kedua orang tua datang ke tempat yang telah ditentukan sepasang kekasih tsb untuk melarikan diri. Sang wanita sangat terkejut dengan kedatangan ayah dan ibu sang pria. Mereka kemudian memohon pengertian dari sang wanita, agar meninggalkan anak mereka satu-satunya.

Menurut mereka, dengan perbedaan status sosial yang sangat besar, perkawinan mereka hanya akan menjadi gunjingan seluruh penduduk kota, reputasi anaknya akan tercemar, orang2 tidak akan menghormatinya lagi. Akibatnya, bisnis yang akan diwariskan kepada anak mereka akan bangkrut secara perlahan2.

Mereka bahkan memberikan uang dalam jumlah banyak, dengan permohonan agar wanita tsb meninggalkan kota ini, tidak bertemu dengan anaknya lagi, dan menggugurkan kandungannya. Uang tsb dapat digunakan untuk membiayai hidupnya
di tempat lain.

Sang wanita menangis tersedu-sedu. Dalam hati kecilnya, ia sadar bahwa perbedaan status sosial yang sangat jauh, akan menimbulkan banyak kesulitan
bagi kekasihnya. Akhirnya, ia setuju untuk meninggalkan kota ini, tetapi menolak untuk menerima uang tsb. Ia mencintai sang pria, bukan uangnya. Walaupun ia sepenuhnya sadar, jalan hidupnya ke depan akan sangat sulit.

Ibu sang pria kembali memohon kepada wanita tsb untuk meninggalkan sepucuk surat kepada mereka, yang menyatakan bahwa ia memilih berpisah dengan
sang pria. Ibu sang pria kuatir anaknya akan terus mencari kekasihnya, dan tidak mau meneruskan usaha orang tuanya. "Walaupun ia kelak bukan suamimu,
bukankah Anda ingin melihatnya sebagai seseorang yang berhasil? Ini adalah untuk kebaikan kalian berdua", kata sang ibu.

Dengan berat hati, sang wanita menulis surat. Ia menjelaskan bahwa ia sudah memutuskan untuk pergi meninggalkan sang pria. Ia sadar bahwa keberadaannya hanya akan merugikan sang pria. Ia minta maaf karena telah melanggar janji setia mereka berdua, bahwa mereka akan selalu bersama dalam menghadapi penolakan2 akibat perbedaan status sosial mereka. Ia tidak kuat lagi menahan
penderitaan ini, dan memutuskan untuk berpisah.
Tetesan air mata sang wanita tampak membasahi surat tersebut.
Sang wanita yang malang tsb tampak tidak punya pilihan lain. Ia terjebak antara moral dan cintanya. Sang wanita segera meninggalkan kota itu,
sendirian. Ia menuju sebuah desa yang lebih terpencil. Disana, ia bertekad untuk melahirkan dan membesarkan anaknya.

==========0000000000==============

Tiga tahun telah berlalu. Ternyata wanita tersebut telah menjadi seorang ibu. Anaknya seorang laki2. Sang ibu bekerja keras siang dan malam, untuk membiayai kehidupan mereka. Di pagi dan siang hari, ia bekerja di sebuah industri rumah tangga, malamnya, ia menyuci pakaian2 tetangga dan menyulam
sesuai dengan pesanan pelanggan. Kebanyakan ia melakukan semua pekerjaan ini sambil menggendong anak di punggungnya. Walaupun ia cukup berpendidikan, ia menyadari bahwa pekerjaan lain tidak memungkinkan, karena ia harus berada di sisi anaknya setiap saat. Tetapi sang ibu tidak pernah mengeluh dengan pekerjaannya?

Di usia tiga tahun, suatu saat, sang anak tiba2 sakit keras. Demamnya sangat tinggi. Ia segera dibawa ke rumah sakit setempat. Anak tsb harus menginap di rumah sakit selama beberapa hari. Biaya pengobatan telah menguras habis seluruh tabungan dari hasil kerja kerasnya selama ini, dan itupun belum cukup. Ibu tsb akhirnya juga meminjam ke sana-sini, kepada siapapun yang bermurah hati untuk memberikan pinjaman.

Saat diperbolehkan pulang, sang dokter menyarankan untuk membuat sup ramuan, untuk mempercepat kesembuhan putranya. Ramuan tsb terdiri dari obat2 herbal dan daging sapi untuk dikukus bersama. Tetapi sang ibu hanya mampu membeli obat2 herbal tsb, ia tidak punya uang sepeserpun lagi untuk membeli daging. Untuk meminjam lagi, rasanya tak mungkin, karena ia telah berutang kepada semua orang yang ia kenal, dan belum terbayar.

Ketika di rumah, sang ibu menangis Ia tidak tahu harus berbuat apa, untuk mendapatkan daging. Toko daging di desa tsb telah menolak permintaannya,
untuk bayar di akhir bulan saat gajian.

Diantara tangisannya, ia tiba2 mendapatkan ide. Ia mencari alkohol yang ada di rumahnya, sebilah pisau dapur, dan sepotong kain.
Setelah pisau dapur dibersihkan dengan alkohol, sang ibu nekad mengambil sekerat daging dari pahanya. Agar tidak membangunkan anaknya yang
sedang tidur, ia mengikat mulutnya dengan sepotong kain. Darah berhamburan.
Sang ibu tengah berjuang mengambil dagingnya sendiri, sambil berusaha tidak mengeluarkan suara kesakitan yang teramat sangat.

Hujan lebatpun turun. Lebatnya hujan menyebabkan rintihan kesakitan sang ibu tidak terdengar oleh para tetangga, terutama oleh anaknya sendiri.
Tampaknya langit juga tersentuh dengan pengorbanan yang sedang dilakukan oleh sang ibu.

==========0000000000==============

Enam tahun telah berlalu, anaknya tumbuh menjadi seorang anak yang tampan, cerdas, dan berbudi pekerti. Ia juga sangat sayang ibunya. Di hari minggu, mereka sering pergi ke taman di desa tersebut, bermain bersama, dan bersama2 menyanyikan lagu "Shi Shang Zhi You Mama Hao" (terjemahannya "Di Dunia ini, hanya ibu seorang yang baik").

Sang anak juga sudah sekolah. Sang ibu sekarang bekerja sebagai penjaga toko, karena ia sudah bisa meninggalkan anaknya di siang hari. Hari2 mereka lewatkan dengan kebersamaan, penuh kebahagiaan. Sang anak terkadang memaksa ibunya, agar ia bisa membantu ibunya menyuci di malam hari. Ia tahu ibunya masih menyuci di malam hari, karena perlu tambahan biaya untuk sekolahnya.
Ia memang seorang anak yang cerdas.

Ia juga tahu, bulan depan adalah hari ulang tahun ibunya. Ia berniat membelikan sebuah jam tangan, yang sangat didambakan ibunya selama ini.
Ibunya pernah mencobanya di sebuah toko, tetapi segera menolak setelah pemilik toko menyebutkan harganya. Jam tangan itu sederhana, tidak
terlalu mewah, tetapi bagi mereka, itu terlalu mahal. Masih banyak keperluan lain yang perlu dibiayai.

Sang anak segera pergi ke toko tsb, yang tidak jauh dari rumahnya. Ia meminta kepada kakek pemilik toko agar menyimpan jam tangan tsb, karena ia akan membelinya bulan depan. "Apakah kamu punya uang?" tanya sang pemilik toko. "Tidak sekarang, nanti saya akan punya", kata sang anak dengan serius.

Ternyata, bulan depan sang anak benar2 muncul untuk membeli jam tangan tsb Sang kakek juga terkejut, kiranya sang anak hanya main2. Ketika
menyerahkan uangnya, sang kakek bertanya "Dari mana kamu mendapatkan uang itu?
Bukan mencuri kan?". "Saya tidak mencuri, kakek. Hari ini adalah hari ulang tahun ibuku. Saya biasanya naik becak pulang pergi ke sekolah. Selama sebulan ini, saya berjalan kaki saat pulang dari sekolah ke rumah, uang jajan dan uang
becaknya saya simpan untuk beli jam ini.
Kakiku sakit, tapi ini semua untuk ibuku. O ya, jangan beritahu ibuku tentang hal ini. Ia akan marah" kata sang anak. Sang pemilik toko tampak kagum pada anak tsb.

Seperti biasanya, sang ibu pulang dari kerja di sore hari. Sang anak segera memberikan ucapan selamat pada ibu, dan menyerahkan jam tangan tsb.
Sang ibu terkejut bercampur haru, ia bangga dengan anaknya. Jam tangan ini memang adalah impiannya. Tetapi sang ibu tiba2 tersadar, dari mana uang untuk
membeli jam tsb. Sang anak tutup mulut, tidak mau menjawab.

"Apakah kamu mencuri, Nak?" Sang anak diam seribu bahasa, ia tidak ingin ibu mengetahui bagaimana ia mengumpulkan uang tersebut. Setelah ditanya berkali2 tanpa jawaban, sang ibu menyimpulkan bahwa anaknya telah mencuri.
"Walaupun kita miskin, kita tidak boleh mencuri. Bukankah ibu sudah mengajari kamu tentang hal ini?" kata sang ibu.

Lalu ibu mengambil rotan dan mulai memukul anaknya. Biarpun ibu sayang pada anaknya, ia harus mendidik anaknya sejak kecil. Sang anak menangis,
sedangkan air mata sang ibu mengalir keluar. Hatinya begitu perih, karena ia sedang memukul belahan hatinya. Tetapi ia harus melakukannya, demi
kebaikan anaknya.

Suara tangisan sang anak terdengar keluar. Para tetangga menuju ke rumah tsb heran, dan kemudian prihatin setelah mengetahui kejadiannya.
"Ia sebenarnya anak yang baik", kata salah satu tetangganya. Kebetulan sekali, sang pemilik toko sedang berkunjung ke rumah salah satu tetangganya
yang merupakan familinya.
Ketika ia keluar melihat ke rumah itu, ia segera mengenal anak itu. Ketika mengetahui persoalannya, ia segera menghampiri ibu itu untuk menjelaskan. Tetapi tiba2 sang anak berlari ke arah pemilik toko,
memohon agar jangan menceritakan yang sebenarnya pada ibunya.

"Nak, ketahuilah, anak yang baik tidak boleh berbohong, dan tidak boleh menyembunyikan sesuatu dari ibunya". Sang anak mengikuti nasehat kakek
itu. Maka kakek itu mulai menceritakan bagaimana sang anak tiba2 muncul di tokonya sebulan yang lalu, memintanya untuk menyimpan jam tangan tsb,
dan sebulan kemudian akan membelinya. Anak itu muncul siang tadi di tokonya, katanya hari ini adalah hari ulang tahun ibunya.Ia juga menceritakan bagaimana sang anak berjalan kaki dari sekolahnya pulang ke rumah dan tidak jajan di sekolah selama sebulan ini, untuk mengumpulkan uang membeli jam tangan kesukaan ibunya.

Tampak sang kakek meneteskan air mata saat selesai menjelaskan hal tsb, begitu pula dengan tetangganya. Sang ibu segera memeluk anak kesayangannya, keduanya menangis dengan tersedu-sedu."Maafkan saya, Nak."
"Tidak Bu, saya yang bersalah"...

===========000=================

Sementara itu, ternyata ayah dari sang anak sudah menikah, tetapi istrinya mandul. Mereka tidak punya anak. Sang ortu sangat sedih akan hal ini, karena
tidak akan ada yang mewarisi usaha mereka kelak.

Ketika sang ibu dan anaknya berjalan2 ke kota, dalam sebuah kesempatan, mereka bertemu dengan sang ayah dan istrinya. Sang ayah baru menyadari bahwa
sebenarnya ia sudah punya anak dari darah dagingnya sendiri. Ia mengajak mereka berkunjung ke rumahnya, bersedia menanggung semua biaya hidup mereka, tetapi sang ibu menolak. Kami bisa hidup dengan baik tanpa bantuanmu.

Berita ini segera diketahui oleh orang tua sang pria. Mereka begitu ingin melihat cucunya, tetapi sang ibu tidak mau mengizinkan.

===========000==================

Di pertengahan tahun, penyakit sang anak kembali kambuh. Dokter mengatakan bahwa penyakit sang anak butuh operasi dan perawatan yang konsisten. Kalau kambuh lagi, akan membahayakan jiwanya.

Keuangan sang ibu sudah agak membaik, dibandingkan sebelumnya. Tetapi biaya medis tidaklah murah, ia tidak sanggup membiayainya.
Sang ibu kembali berpikir keras. Tetapi ia tidak menemukan solusi yang tepat. Satu2nya jalan keluar adalah menyerahkan anaknya kepada sang ayah,karena sang ayahlah yang mampu membiayai perawatannya.

Maka di hari Minggu ini, sang ibu kembali mengajak anaknya berkeliling kota, bermain2 di taman kesukaan mereka. Mereka gembira sekali, menyanyikan lagu "Shi Shang Zhi You Mama Hao", lagu kesayangan mereka. Untuk sejenak, sang ibu melupakan semua penderitaannya, ia hanyut dalam
kegembiraan bersama sang anak.

Sepulang ke rumah, ibu menjelaskan keadaannya pada sang anak. Sang anak menolak untuk tinggal bersama ayahnya, karena ia hanya ingin dengan ibu. "Tetapi ibu tidak mampu membiayai perawatan kamu, Nak" kata ibu.
"Tidak apa2 Bu, saya tidak perlu dirawat. Saya sudah sehat, bila bisa bersama2 dengan ibu. Bila sudah besar nanti, saya akan cari banyak uang untuk biaya perawatan saya dan untuk ibu. Nanti, ibu tidak perlu bekerja lagi, Bu", kata sang anak. Tetapi ibu memaksa akan berkunjung ke rumah sang ayah keesokan harinya. Penyakitnya memang bisa kambuh setiap saat.

Disana ia diperkenalkan dengan kakek dan neneknya. Keduanya sangat senang melihat anak imut tersebut. Ketika ibunya hendak pulang, sang anak
meronta2 ingin ikut pulang dengan ibunya. Walaupun diberikan mainan kesukaan sang anak, yang tidak pernah ia peroleh saat bersama ibunya, sang anak
menolak.

"Saya ingin Ibu, saya tidak mau mainan itu", teriak sang anak dengan nada yang polos. Dengan hati sedih dan menangis, sang ibu berkata "Nak, kamu
harus dengar nasehat ibu. Tinggallah di sini. Ayah, kakek dan nenek akan bermain bersamamu." "Tidak, aku tidak mau mereka.

Saya hanya mau ibu, saya sayang ibu, bukankah ibu juga sayang saya? Ibu sekarang tidak mau saya lagi", sang anak mulai menangis. Bujukan demi bujukan ibunya untuk tinggal di rumah besar tsb tidak didengarkan anak kecil tsb. Sang anak menangis tersedu2 "Kalau ibu sayang padaku, bawalah saya pergi, Bu". Sampai pada akhirnya, ibunya memaksa dengan mengatakan "Benar, ibu tidak sayang kamu lagi. Tinggallah disini",ibunya segera lari keluar meninggalkan rumah tsb. Tampak anaknya meronta2 dengan ledakan tangis yang memilukan.

Di rumah, sang ibu kembali meratapi nasibnya. Tangisannya begitu menyayat hati, ia telah berpisah dengan anaknya. Ia tidak diperbolehkan menjenguk
anaknya, tetapi mereka berjanji akan merawat anaknya dengan baik. Diantara isak tangisnya, ia tidak menemukan arti hidup ini lagi. Ia telah
kehilangan satu2nya alasan untuk hidup, anaknya tercinta.

Kemudian ibu yang malang itu mengambil pisau dapur untuk memotong urat nadinya. Tetapi saat akan dilakukan, ia sadar bahwa anaknya mungkin tidak
akan diperlakukan dengan baik. Tidak, ia harus hidup untuk mengetahui bahwa anaknya diperlakukan dengan baik. Segera, niat bunuh diri itu dibatalkan,
demi anaknya juga...

============000=========

Setahun berlalu. Sang ibu telah pindah ke tempat lain, mendapatkan kerja yang lebih baik lagi. Sang anak telah sehat, walaupun tetap menjalani perawatan medis secara rutin setiap bulan. Seperti biasa, sang anak ingat akan hari ulang tahun ibunya. Uang pun dapat ia peroleh dengan mudah, tanpa perlu bersusah payah mengumpulkannya. Maka, pada hari tsb, sepulang dari sekolah, ia tidak pulang ke rumah, ia segera naik bus menuju ke desa tempat tinggal ibunya, yang memakan waktu beberapa jam. Sang anak telah mempersiapkan setangkai bunga, sepucuk surat yang menyatakan ia setiap hari merindukan ibu, sebuah kartu ucapan selamat ulang tahun, dan nilai ujian yang sangat bagus. Ia akan memberikan semuanya untuk ibu.

Sang anak berlari riang gembira melewati gang-gang kecil menuju rumahnya. Tetapi ketika sampai di rumah, ia mendapati rumah ini telah kosong.
Tetangga mengatakan ibunya telah pindah, dan tidak ada yang tahu kemana ibunya pergi.
Sang anak tidak tahu harus berbuat apa, ia duduk di depan rumah tsb, menangis "Ibu benar2 tidak menginginkan saya lagi."

Sementara itu, keluarga sang ayah begitu cemas, ketika sang anak sudah terlambat pulang ke rumah selama lebih dari 3 jam. Guru sekolah mengatakan
semuanya sudah pulang. Semua tempat sudah dicari, tetapi tidak ada kabar. Mereka panik. Sang ayah menelpon ibunya, yang juga sangat terkejut.
Polisi pun dihubungi untuk melaporkan anak hilang.

Ketika sang ibu sedang berpikir keras, tiba2 ia teringat sesuatu. Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Ia terlalu sibuk sampai melupakannya.
Anaknya mungkin pulang ke rumah. Maka sang ayah dan sang ibu segera naik mobil menuju rumah tsb. Sayangnya, mereka hanya menemukan kartu ulang
tahun, setangkai bunga, nilai ujian yang bagus, dan sepucuk surat anaknya. Sang ibu tidak mampu menahan tangisannya, saat membaca tulisan2 imut anaknya dalam surat itu.

Hari mulai gelap. Mereka sibuk mencari di sekitar desa tsb, tanpa mendapatkan petunjuk apapun. Sang ibu semakin resah. Kemudian sang ibu
membakar dupa, berlutut di hadapan altar Dewi Kuan Im, sambil menangis ia memohon agar bisa menemukan anaknya.

Seperti mendapat petunjuk, sang ibu tiba2 ingat bahwa ia dan anaknya pernah pergi ke sebuah kuil Kuan Im di desa tsb. Ibunya pernah berkata, bahwa
bila kamu memerlukan pertolongan, mohonlah kepada Dewi Kuan Im yang welas asih. Dewi Kuan Im pasti akan menolongmu, jika niat kamu baik. Ibunya
memprediksikan bahwa anaknya mungkin pergi ke kuil tsb untuk memohon agar bisa bertemu dengan dirinya.

Benar saja, ternyata sang anak berada di sana. Tetapi ia pingsan, demamnya tinggi sekali. Sang ayah segera menggendong anaknya untuk dilarikan ke
rumah sakit. Saat menuruni tangga kuil, sang ibu terjatuh dari tangga, dan berguling2 jatuh ke bawah...

============000==============

Sepuluh tahun sudah berlalu. Kini sang anak sudah memasuki bangku kuliah. Ia sering beradu mulut dengan ayah, mengenai persoalan ibunya.
Sejak jatuh dari tangga, ibunya tidak pernah ditemukan. Sang anak telah banyak menghabiskan uang untuk mencari ibunya kemana2, tetapi hasilnya
nihil.

Siang itu, seperti biasa sehabis kuliah, sang anak berjalan bersama dengan teman wanitanya. Mereka tampak serasi. Saat melaju dengan mobil, di
persimpangan sebuah jalan, ia melihat seorang wanita tua yang sedang mengemis. Ibu tsb terlihat kumuh, dan tampak memakai tongkat. Ia tidak
pernah melihat wanita itu sebelumnya. Wajahnya kumal, dan ia tampak berkomat-kamit.

Di dorong rasa ingin tahu, ia menghentikan mobilnya, dan turun bersama pacar untuk menghampiri pengemis tua itu. Ternyata sang pengemis tua sambil
mengacungkan kaleng kosong untuk minta sedekah, ia berucap dengan lemah "Dimanakah anakku? Apakah kalian melihat anakku?"

Sang anak merasa mengenal wanita tua itu. Tanpa disadari, ia segera menyanyikan lagu "Shi Shang Zhi You Mama Hao" dengan suara perlahan, tak disangka sang pengemis tua ikut menyanyikannya dengan suara lemah.
Mereka berdua menyanyi bersama. Ia segera mengenal suara ibunya yang selalu menyanyikan lagu tsb saat ia kecil, sang anak segera memeluk pengemis tua
itu dan berteriak dengan haru "Ibu? Ini saya ibu".

Sang pengemis tua itu terkejut, ia meraba2 muka sang anak, lalu bertanya, "Apakah kamu ??..(nama anak itu)?" "Benar bu, saya adalah anak ibu?".
Keduanya pun berpelukan dengan erat, air mata keduanya berbaur membasahi bumi.
Karena jatuh dari tangga, sang ibu yang terbentur kepalanya menjadi hilang ingatan, tetapi ia setiap hari selama sepuluh tahun terus mencari anaknya, tanpa peduli dengan keadaaan dirinya. Sebagian orang menganggapnya sebagai orang gila.

============000=============

Dalam kondisi kritis, Ibu kita akan melakukan apa saja demi kita. Ibu bahkan rela mengorbankan nyawanya.

Simaklah penggalan doa keputusasaan berikut ini, di saat Ibu masih muda, ataupun disaat Ibu sudah tua :

1. Anakku masih kecil, masa depannya masih panjang. Oh Tuhan, ambillah aku sebagai gantinya.

2. Aku sudah tua, Oh Tuhan, ambillah aku sebagai gantinya.

Diantara orang2 disekeliling Anda, yang Anda kenal, Saudara/I kandung
Anda, diantara lebih dari 6 Milyar manusia, siapakah yang rela mengorbankan nyawanya untuk Anda, kapan pun, dimana pun, dengan cara apapun ?

Tidak diragukan lagi "Ibu kita adalah Orang Yang Paling Mulia di dunia ini"

Jumat, 12 September 2008

Kisah Adik dan Israel

Kisah Yang Menyayat Hati: Adik dan Israel
Adik bangun pagi. Adik kesat mata. Walid yang kejut adik. Adik mengantuk sangat. Adik tarik gebar semula. Tidur balik. Walid geleng kepala bila nampak adik tidur balik. Walid tepuk belakang adik suruh adik mandi. Lepas mandi adik pakai baju baru. Ummi kata hari ini Hari Raya Aidilfitri. Semua orang pakai baju baru. Tapi adik tengok ummi pakai baju buruk,walid pun pakai baju buruk. Ummi cuma senyum bila adik mengajukan soalan itu. Ummi kata cukuplah adik seorang pakai baju baru. Walid pimpin tangan adik pergi masjid. Kami jalan kaki melalui denai-denai kecil. Sepanjang jalan adik dengar takbir raya.

Allahu Akbar Allahu Akbar, La ilaha illallah huallahu akbar, Allahu Akbar wallilla hilham.. Adik khusyuk dengar. Merdu. Adik angkat tangan ke telinga,lagak seperti bilal masjid sambil menjerit takbir raya. Walid cuma ketawa kecil melihat gelagat adik. Di persimpangan jalan, kami bertemu Pak Cik Nassier jiran adik. Adik pandang walid. Walid ralit berbual dengan Pak Cik Nassier. Adik dengar walid berbual tentang syahid, Yassier Arafat dan lain-lain lagi.

Nama negara adik pun walid sebut, Palestin. Tapi adik tidak faham. Adik cuma mendengar. Adik tiba di perkarangan masjid. Masjid itu besar,tersergam indah. Masjid kebanggaan negara adik, Masjidil Aqsa.Walid pernah beritahu adik, Masjidil Aqsa kiblat pertama sebelum Kaabah di Mekah. Masjidil Aqsa juga adalah salah satu tempat suci dalam Islam. Nabi Muhammad pun mengalami peristiwa Israk dan Mikraj di masjid ini. Adik buka kasut dan masuk ke perut masjid.

Adik lihat ramai orang. Semuanya duduk dalam saf. Walid tarik adik duduk di penjuru masjid,kemudian walid solat tahiyatul masjid.Adik ikut walid solat raya. Adik berdiri betul-betul dekat dengan walid. Adik pandang walid. Bila walid angkat tahbiratul ihram adik pun angkat. Mulut walid kumat kamit membaca sesuatu. Adik pun ikut sama walaupun adik tak tahu apa yang adik baca. Walid rukuk,adik rukuk. Walid sujud,adik sujud. Adik membilang anak tangga selepas selesai solat raya dan bersalam-salaman dengan jemaah yang lain. Walid ada di belakang adik. Suasana ketika itu tenang dan damai. Adik suka ketenangan. Adik tarik nafas, hirup dalam-dalam udara pagi.

Tiba-tiba ketenangan itu diragut. Adik nampak ramai orang bertempiaran lari. Adik juga nampak sekumpulan askar yang memegang senjata sedang mara menuju ke arah masjid. Adik dengar bunyi kuat. Bunyi tembakan. Walid dukung adik erat sambil melaungkan takbir Allahu Akbar. Adik takut. Adik pejam mata. Kaki walid yang kuat berlari tiba-tiba terhenti. Pautan tangan walid longgar dan akhirnya terlerai. Adik rasa seperti sekujur tubuh tumbang dan menghenyak adik. Adik pandang belakang.Mata adik
terbeliak.

Adik nampak tubuh walid. Kepala walid berdarah. Adik menjerit nama walid. Manik-manik jernih bergentayangan dan gugur satu persatu dari tubir kelopak mata adik. Walid pandang adik. Walid cium pipi adik. Walid suruh adik lari. Adik geleng kepala. Adik pegang tangan walid. Adik hendak duduk di sisi walid. Walid senyum pada adik. Mulut walid lemah menutur kalimah syahadah. Adik goyang tubuh walid. Walid tidak bergerak. Walid kaku.

“Waliiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiid!!!!!!!”

Adik kesat air mata. Adik lari kuat-kuat. Adik lari tidak kalih kiri dan kanan. Sampai di rumah, adik terus menangis. Ummi hairan tengok adik. Adik sebut nama walid berkali-kali. Mayat walid di hantar ke rumah tidak lama selepas itu. Adik masih menangis. Adik tengok ummi cium dahi walid. Ummi peluk adik. Beberapa orang jiran cuba tenangkan ummi. Abang yang duduk di penjuru dinding juga menangis. Abang dah besar. Umur abang enam belas tahun. Abang pergi dekat walid,abang peluk dan cium walid. Selepas sembahyang adik nampak orang angkat walid keluar rumah. Abang pun ikut sama. Adik tidak ikut. Adik duduk rumah dengan ummi. Adik tanya ummi, mana perginya walid. Diam. Adik Tanya lagi sambil menongkat dagu menunggu jawapan daripada mulut ummi.

Ummi pandang adik, ummi kata walid pergi ke satu tempat yang sangat cantik. Walid pergi tidak akan kembali lagi. Adik cuma mengangguk. “Adik nak ikut walid” Ummi geleng kepala dan peluk adik. Adik lap air mata di pipi ummi. Adik senyum, ummi senyum. Petang itu ramai kawan abang datang. Abang ajak mereka ke belakang rumah. Adik berlari-lari anak ikut abang ke belakang. Abang tekun membuat sesuatu. Sesuatu yang menyerupai senapang. Adik cuma duduk diam dan tengok. Kawan-kawan abang pun khusyuk membuat kerja. Adik menguap berkali-kali. Boring duduk diam tanpa melakukan sebarang kerja.Tidak keletah adik dibuatnya. Mata adik melilau-lilau mencari barang mainan. Adik nampak benda bulat seperti bola. Adik pergi dekat cuba mencapai benda itu. Adik pegang dan belek. Sedang adik seronok bermain, abang rampas ‘bola’ adik. Adik masam. Adik tarik muncung empat belas. Adik marah pada abang. Abang tersenyum melihat tingkah laku adik. Dengan lembut abang mencubit pipi montel adik. Abang beritahu adik yang benda itu bom tangan bukannya bola seperti yang disangka adik. Adik diam, kemudian berlari mendapatkan ummi. Merajuk.

Adik bangun awal pagi itu. Tidak seperti hari-hari lain, walid tidak ada untuk kejut adik. Apabila teringat walid,mata adik berkaca. Adik tidak mahu menangis. Adik orang lelaki. Orang lelaki tidak boleh menangis, orang lelaki kena kuat dan tabah. Adik nampak abang sedang bersiap-siap. Abang galas beg besar. Semua benda yang abang buat semalam abang bawa. Benda bulat seperti bola pun abang bawa. Kawan-kawan abang semuanya sedang menunggu di depan rumah. Abang cium tangan ummi, minta izin untuk pergi. Ummi peluk abang, cium abang berkali-kali. Adik cuma memandang dengan mata terkebil-kebil. Adik garu kepala yang tidak gatal. Abang datang dekat adik. Abang dukung adik,usap kepala adik.

“Adik jaga ummi ya” pesan abang.

“Abang nak pergi mana” tanya adik seperti orang bodoh.

“Abang nak pergi berjuang”. Abang mengukir senyuman mengakhiri bicara.

Kelibat abang hilang ditelan kabus pagi. Hanya lambaian tangan adik mengiringi pemergian abang. Lepas abang pergi ummi cerita macam-macam perkara pada adik. Pasal Israel, pasal syurga, pasal jihad dan banyak lagi. Semuanya adik tidak faham. “Isra..Israfil.” terkial-kial adik menyebut perkataan itu dalam pelat yang pekat. “Bukan Israfil. Israfilkan nama malaikat. Malaikat yang tiup sangka kala. Israel.” Ummi membetulkan sebutan adik. “Is.ra.el” akhirnya adik berjaya menyebutnya juga. Ummi ketawa kecil. Adik ikut ketawa menampakkan sebaris gigi adik yang ronggak. Ummi kata Israel jahat. Israel musuh umat Islam. IsraelIsrael yang mencetuskan peperangan di bumi Palestin. Israel yang bunuh walid. Adik benci Israel. Adik benci sesiapa yang menjadi musuh Allah.

Adik lari keluar rumah. Adik pergi ke jalan besar. Ramai kanak-kanak sebaya adik di situ. Mereka semua baling batu kepada sekumpulan tentera yang bersenjata di seberang jalan. Adik ingat lagi, tentera itulah yang bunuh walid. Merekalah Israel. Adik marah. Adik geram. Adik capai batu, adik baling kuat-kuat. Adik pejam mata. Terbayang di kepala adik peristiwa yang menimpa walid. Adik sertai kawan-kawan adik yang lain; membaling batu. Kadang-kadang kami lari apabila tentera itu menyerang balas. Ada juga kawan-kawan adik kena tembak. Tumbang satu persatu. Adik nampak baju mereka merah berlumuran darah. Adik lari menyorok di sebalik bangunan usang untuk menyelamatkan diri. Adik lari bersama seorang kawan adik. Namanya Jamal. Dia juga sama dengan adik. Walidnya juga pergi ke suatu tempat yang sangat cantik dan tidak akan kembali lagi. Apabila keadaan semakin reda, adik pulang ke rumah. Adik berjanji dengan Jamal untuk melontarkan batu lagi pada keesokkan harinya.

Sesampai di rumah adik berasa sangat lapar. Adik cari roti di dapur. Adik buka almari, adik cari dalam almari tapi tidak jumpa. Perut adik mula berbunyi minta diisi. Adik sudah makan roti petang tadi tapi adik masih berasa lapar lagi. Adik nampak ummi pegang roti. Itu sajalah satu-satunya roti yang tinggal di rumah kami. Ummi tidak makan apa-apa lagi sejak pagi tadi. Adik pergi dekat ummi. Ummi yang baru menyuapkan roti ke mulutnya tersentak. Ummi keluarkan semula roti dari mulutnya dan suapkan ke mulut adik. Adik kunyah dengan gelojoh.

“Ummi, kenapa kita hidup susah?” adik tanya pada ummi dengan mulut dipenuhi roti. Ummi pangku adik di ribanya. Ummi mengelus lembut rambut adik.

“Kita kena sabar sebab sabar itu cantik” ujar ummi perlahan.

“Cantik macam syurga ker ummi?” adik tanya lagi.

Ummi senyum.

“Nabi Muhammad pun hidup susah juga. Baginda dilontar batu ketika menyebarkan dakwah di Taif. Malahan kaum Quraisy ramai yang ingin bunuh nabi. Nabi sabar,nabi tak cepat putus asa” sambung ummi lagi.

Adik dengar dengan khusyuk. Adik nak jadi baik macam Nabi Muhammad. Nama adik pun Muhammad. Walid yang cadangkan nama itu. Walid hendak adik tabah dan cekal macam Nabi Muhammad.

Malam itu adik duduk bersila depan ummi sambil tangan memegang Al-Quran. Adik ikat serban sendiri. Adik lilit serban ikut suka hati adik. Sekejap adik lilit ke kiri, sekejap ke kanan. Kadang-kadang serban itu tutup mata adik. Adik kuak sedikit kain serban ke atas ketika hendak membaca Al-Quran.

“Bismillahirrahmanirrahim..”

Adik baca Al-Quran dengan bersungguh-sungguh. Adik baca kitab Allah itu dengan tekun. Ummi duduk depan adik sambil memerhati bacaan adik. Adik hendak jadi macam abang. Umur enam tahun sudah khatam Al-Quran. Adik baru umur tiga tahun. Adik kena baca Quran dengan rajin kalau hendak khatam AlQuran cepat macam abang. Adik ingat pesanan ummi. Umi kata Al-Quranlah satu-satunya harta yang paling berharga. Adik ingin baca Al-Quran hari-hari. Adik tidak mahu ponteng baca Al-Quran. Bacaan adik
terhenti apabila pintu diketuk dan nama Umi dilaung-laungkan dari luar.

“Syukur ya Huda, anakmu Yassin mati syahid”muncul Mak Cik Fatima di depan rumah.

“Anakmu,anakmu adalah salah seorang pengebom berani mati ya Huda. Tindakannya menyebabkan tujuh orang askar Israel

Ummi panjatkan doa pada Allah semoga roh abang ditempatkan dalam golongan orang-orang yang beriman. Adik kaget. Nama Israfil.bukan..Israel disebut lagi. Adik benci mendengar nama itu. Kemarahan adik meluap-luap. Ummi beritahu adik abang telah pergi ikut walid. Ummi kata ummi bangga mempunyai anak seperti abang. Adik masuk tidur awal. Adik mimpi satu tempat yang sangat cantik. Adik nampak walid dan abang di sana. Walid dan abang senyum pada adik. Adik cuba kejar mereka tapi semakin adik kejar semakin mereka menghilang.

Keesokkan harinya, adik tunggu Jamal di tepi jalan seperti yang dijanjikan. Lima minit berlalu Jamal tidak muncul-muncul juga. Hampir setengah jam adik tunggu tapi Jamal tetap tidak muncul. Adik tidak suka orang yang mungkir pada janji. Adik ingat lagi, salah satu ciri org munafik ialah mungkir apabila berjanji. Adik tidak mahu jadi munafik. Adik tanya kawan-kawan adik yang lain. Rupa-rupanya Jamal juga seperti walid dan abang. Jamal pergi ke satu tempat yang cantik. Tempat yang adik tidak tahu di mana letaknya. Semua orang yang adik sayang pergi ke tempat itu. Mula-mula walid,kemudian abang dan akhirnya Jamal.

Adik pulang ke rumah awal. Adik terkejut. Terkesima sebentar. Rumah adik dikepung askar Israel. Mereka memang sedang mencari keluarga adik ekoran tindakan berani mati abang mengebom kubu Israel. Tubuh adik yang kecil memudahkan adik menyusup masuk ke dalam rumah. Adik nampak ummi terpelosok di satu sudut. Adik lihat dengan mata adik sendiri, tentera itu tendang ummi. Mereka sepak dan terajang ummi. Tapi ummi masih bersabar. Ummi tidak putus-putus menyebut satu kalimah keramat..Ahad..Ahad. Mata adik merah. Adik menahan marah. Adik tidak suka orang pukul ummi. Adik sayang ummi. Adik benci Israel. Seorang tentera Israel mengacukan pistol ke arah ummi. Ummi dengan tenang menghadapinya. Tiada pun segaris garisan gusar terpancar di wajah ummi. Ketika peluru dilepaskan, tiba-tiba…..

“Muhammad!!!!!!!” Ummi menjerit sambil memegang tubuh adik. Badan adik berlumuran darah. Pekat dan merah. Adik raba perut adik. Adik rasa sakit. Sakit yang mencucuk-cucuk. Seketika tadi adik telah korbankan tubuhnya untuk melindungi ummi. Natijahnya peluru itu merobek perut adik yang tidak berdosa. Ummi peluk adik. Ummi menangis semahu-mahunya. Adik cuba senyum pada ummi walaupun perit.

“Ummi.adik rasa mengantuk,adik nak tidur.Adik nak jadi mujahid,adik nak ikut walid dan abang” terketar-ketar suara adik kedengaran di cuping telinga ummi. Ummi angguk, berusaha sedaya upaya untuk menahan air mata daripadajatuh bercucuran.Adik pejam mata. Adik nampak walid, abang dan Jamal melambai-lambai ke arah adik.

HUDA SOID
[Ya Allah .. please forgive me .. please forgive me .. forgive me ya Allah .. ] juga musuh Allah. laknatullah terbunuh. Yassin dan tiga orang lagi pejuang Hizbullah mati syahid. Semoga syurga menanti mereka kelak” terang Mak Cik Fatima panjang lebar.

Kamis, 11 September 2008

Email VS Tomat

Renungkanlah:

Seorang pengangguran melamar pekerjaan sebagai "office boy"di Istana Negara (kantor SBY), Jakarta. Andi Mallarangeng mewawancara dia dan melihat dia membersihkan lantai sebagai tesnya.

"Kamu diterima," katanya, "berikan alamat e- mailmu dan saya akan mengirim formulir untuk diisi dan pemberitahuan kapan kamu mulai bekerja." Laki-laki itu menjawab,"Tapi saya tidak punya komputer, apalagi e-mail."

"Maaf," kata Mallarangeng. "Kalau kamu tidak punya e-mail, berarti kamu tidak hidup. Dan siapa yang tidak hidup, tidak bisa diterima bekerja."

Laki-laki itu pergi dengan harapan kosong. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan hanya dengan Rp.100.000 di dalam kantongnya. Kemudian ia memutuskan untuk pergi ke Pasar Minggu dan membeli 10kg peti tomat. Ia menjual tom at itu dari rumah ke rumah. Kurang dari 2 jam, dia berhasil melipatgandakan modalnya. Dia melakukan kerjanya tiga kali, dan pulang dengan membawa Rp.300.000

Dia pun sadar bahwa dia bisa bertahan hidup dengan cara ini. Ia mulai pergi bekerja lebih pagi dan pulang larut. Uangnya menjadi lebih banyak 2x sampai 3x lipat tiap hari.Dia pun membeli gerobak, lalu truk, kemudian akhirnya ia memiliki armada kendaraan pengirimannya sendiri.

Lima tahun kemudian, laki-laki itu sudah menjadi salah satu pengusaha makanan terbesar di Indonesia. Ia mulai merencanakan masa depan keluarga, dan memutuskan untuk memiliki asuransi jiwa.

Ia menghubungi broker asuransi, dan memilih protection plan. Sang broker pun menanyakan alamat e-mailnya.

Laki-laki itu menjawab, "Saya tidak punya e-mail."

Sang broker bertanya dengan penasaran, "Anda tidak memiliki e-mail, tapi sukses membangun sebuah usaha besar. Bisakah Anda bayangkan, sudah jadi apa Anda kalau Anda punya e-mail?!"

Laki-laki itu berpikir sejenak lalu menjawab, "Ya, saya mungkin sudah jadi office boy di Istana Negara!!

____________ _________ _________ _________ ___

Pesan Moral:

1. Internet bukanlah solusi hidup Anda.

2. Kalau Anda tidak punya akses internet, lalu bekerja keras, Anda bisa jadi milyuner.

3. Kalau Anda menerima pesan ini melalui e-mail, Anda lebih dekat untuk menjadi "office boy/girl" daripada seorang milyuner he..he4x. Have a nice weekend!!

NB Jangan kirim balik pesan ini pada saya, saya hendak menutup e-mail saya dan menjual tomat!!!

Tak Perlu Ajari Kami Berpuasa

Berpuasa Hari ke tiga di bulan ramadhan saya berkesempatan menumpang becak menuju rumah ibu. Sore itu, tak biasanya udara begitu segar, angin lembut menerpa wajah dan rambutku. Namun kenikmatan itu tak berlangsung lama, keheninganku terusik dengan suara kunyahan dari belakang, "Abang becak ...?" Ya, kudapati ia tengah lahapnya menyuap potongan terakhir pisanggoreng di tangannya. Sementara tangan satunya tetap memegang kemudi. "Heeh, puasa-puasa begini seenaknya saja dia makan ...," gumamku.

Rasa penasaranku semakin menjadi ketika ia mengambil satu lagi pisang goreng dari kantong plastik yang disangkutkan di dekat kemudi becaknya, dan ... untuk kedua kalinya saya menelan ludah menyaksikan pemandangan yang bisa dianggap tidak sopan dilakukan pada
saat kebanyakan orang tengah berpuasa.

"mmm ..., Abang muslim bukan? tanyaku ragu-ragu. "Ya dik, saya muslim .." jawabnya terengah sambil terus mengayuh. "Tapi kenapa abang tidak puasa? abang tahu kan ini bulan ramadhan.Sebagai muslim seharusnya abang berpuasa. Kalau pun abang tidak berpuasa, setidaknya hormatilah orang yang berpuasa. Jadi abang jangan seenaknya saja makan di depan banyak orang yang berpuasa .." deras aliran kata keluar dari mulutku layaknya orang berceramah.

Tukang becak yang kutaksir berusia di atas empat puluh tahun itu menghentikan kunyahannya dan membiarkan sebagian pisang goreng itu masih menyumpal mulutnya. Sesaat kemudian ia berusaha menelannya sambil memperhatikan wajah garangku yang sejak tadi menghadap ke arahnya.

"Dua hari pertama puasa kemarin abang sakit dan tidak bisa narik becak. Jujur saja dik, abang memang tidak puasa hari ini karena pisang goreng ini makanan pertama abang sejak tiga hari ini." Tanpa memberikan kesempatanku untuk memotongnya, "Tak perlu ajari abang berpuasa, orang-orang seperti kami sudah tak asing lagi dengan puasa," jelas bapak tukang becak itu.
"Maksud bapak?" mataku menerawang menunggu kalimat berikutnya. "Dua hari pertama puasa, orang-orang berpuasa dengan sahur dan berbuka. Kami berpuasa tanpa sahur dan tanpa berbuka. Kebanyakan orang seperti adik berpuasa hanya sejak subuh hingga maghrib,
sedangkan kami kadang harus tetap berpuasa hingga keesokan harinya ..."
"Jadi ...," belum sempat kuteruskan kalimatku, "Orang-orang berpuasa hanya di bulan ramadhan, padahal kami terus berpuasa tanpa peduli bulan ramadhan atau bukan ..."
"Abang sejak siang tadi bingung dik mau makan dua potong pisang goreng ini, malu rasanya tidak berpuasa. Bukannya abang tidak menghormati orang yang berpuasa, tapi..." kalimatnya terhenti seiring dengan tibanya saya di tempat tujuan.

Sungguh. Saya jadi menyesal telah menceramahinya tadi. Tidak semestinya saya bersikap demikian kepadanya. Seharusnya saya bisa melihat lebih ke dalam, betapa ia pun harus menanggung malu untuk makan di saat orang-orang berpuasa demi mengganjal perut laparnya.Karena jika perutnya tak terganjal mungkin roda becak ini pun takkan berputar ..
Ah, kini seharusnya saya yang harus merasa malu dengan puasa saya sendiri? Bukankah salah satu hikmah puasa adalah kepedulian? Tapi kenapa orang-orang yang dekat dengan saya nampaknya luput dari perhatian dan kepedulian saya?

Rabu, 10 September 2008

Jessica Kecil

Setiap baca atau mendengar cerita ini aq selalu meneteskan air mata. Cerita ini mengingatkan kita akan pentingnya sebuah perhatian.Pentingnya keluarga buat kita. Ini cerita lengkapnya.Biar gak penasaran dibaca aja ya
Pada suatu malam Budi, seorang eksekutif sukses, seperti biasanya sibuk memperhatikan berkas-berkas pekerjaan kantor yang dibawanya pulang ke rumah, karena keesokan harinya ada rapat umum yang sangat penting dengan para pemegang saham. Ketika ia sedang asyik menyeleksi dokumen kantor tersebut, Putrinya Jessica datang mendekatinya, berdiri tepat disampingnya, sambil memegang buku cerita baru. Buku itubergambar seorang peri kecil yang imut, sangat menarik perhatian Jessica, “Pa liat”! Jessica berusaha menarik perhatian ayahnya. Budi menengok ke arahnya, sambil menurunkan kacamatanya, kalimat yang keluar hanyalah kalimat basa-basi “Wah,. buku baru ya Jes?”,“Ya papa” Jessica berseri-seri karena merasa ada tanggapan dari ayahnya. “Bacain Jessi dong Pa” pinta Jessica lembut, “Wah papa sedang sibuk sekali,
jangan sekarang deh” sanggah Budi dengan cepat. Lalu ia segera mengalihkan perhatiannya pada kertas-kertas yang berserakkan didepannya, dengan serius.Jessica bengong sejenak, namun ia belum menyerah. Dengan suara lembut dan sedikit manja ia kembali merayu “pa, mama bilang papa mau baca untuk Jessi” Budi mulai agak kesal, “Jes papa sibuk, sekarang Jessi suruh mama baca ya” “Pa, mama cibuk terus, papa liat gambarnya lucu-lucu”, “Lain kali Jessica, sana! papa lagi banyak kerjaan” Budi berusaha memusatkan perhatiannya pada lembar-lembar kertas tadi, menit demi menit berlalu, Jessica menarik nafas panjang dan tetap disitu, berdiri ditempatnya penuh harap, dan tiba-tiba ia mulai lagi. “Pa,.. gambarnya bagus, papa pasti suka”, “Jessica, PAPA BILANG, LAIN KALI!!” kata Budi membentaknya dengan keras, Kali ini Budi berhasil, semangat Jessica kecil terkulai, hampir menangis, matanya berkaca-kaca dan ia bergeser menjauhi ayahnya
“Iya pa,. lain kali ya pa?” Ia masih sempat mendekati ayahnya dan sambil menyentuh lembut tangan ayahnya ia menaruh buku cerita di pangkuan sang Ayah.“Pa kalau papa ada waktu, papa baca keras-keras ya pa, supaya Jessica bisa denger”. Hari demi hari telah berlalu, tanpa terasa dua pekan telah berlalu namun permintaan Jessica kecil tidak pernah terpenuhi, buku cerita Peri Imut, belum pernah dibacakan bagi dirinya. Hingga suatu sore terdengar suara hentakan keras “Buukk!!” beberapa tetangga melaporkan dengan histeris bahwa Jessica kecil terlindas kendaraan seorang pemuda mabuk yang melajukan kendaraannya dengan kencang didepan rumah Budi. Tubuh Jessica mungil terhentak beberapa meter, dalam keadaan yang begitu panik ambulance didatangkan secepatnya, selama perjalanan menuju rumah sakit, Jessica kecil sempat berkata dengan begitu lirih“Jessi takut Pa, Jessi takut Ma, Jessi sayang papa mama” darah segar terus keluar dari mulutnya hingga ia tidak tertolong lagi ketika sesampainya di rumah sakit terdekat. Kejadian hari itu begitu mengguncangkan hati nurani Budi, Tidak ada lagi waktu tersisa untuk memenuhi sebuah janji. Kini yang ada hanyalah penyesalan. Permintaan sang buah hati yang sangat sederhana,.. pun tidak terpenuhi. Masih segar terbayang dalam ingatan budi tangan mungil anaknya yang memohon kepadanya untuk membacakan sebuah cerita,kini sentuhan itu terasa sangat berarti sekali,
“,…papa baca keras-keras ya Pa, supaya Jessica bisa denger” kata-kata Jessi terngiang-ngiang kembali. Sore itu setelah segalanya telah berlalu, yang tersisa hanya keheningan dan kesunyian hati, canda dan riang Jessica kecil tidak akan terdengar lagi, Budi mulai membuka buku cerita peri imut yang diambilnya perlahan dari onggokan mainan Jessica di pojok ruangan. Bukunya sudah tidak baru lagi, sampulnya sudah usang dan koyak. Beberapa coretan tak berbentuk menghiasi lembar-lembar halamannya seperti sebuah kenangan indah dari Jessica kecil. Budi menguatkan hati, dengan mata yang berkaca-kaca ia membuka halaman pertama dan membacanya dengan sura keras, tampak sekali ia berusaha membacanya dengan keras, Ia terus membacanya dengan keras-keras halaman demi halaman, dengan berlinang air mata. “Jessi dengar papa baca ya” selang beberapa kata,.. hatinya memohon lagi “Jessi papa mohon ampun nak” “papa sayang Jessi” Seakan setiap kata dalam bacaan itu begitu menggores lubuk hatinya, tak kuasa menahan itu Budi bersujut dan menangis,..memohon satu kesempatan lagi untuk mencintai. Seseorang yang mengasihi selalu mengalikan kesenangan dan membagi kesedihan kita, Ia selalu memberi PERHATIAN kepada kita karena ia peduli kepada kita. ADAKAH “PERHATIAN TERBAIK” ITU BEGITU MAHAL BAGI MEREKA ? BERILAH “PERHATIAN TERBAIK” WALAUPUN ITU HANYA SEKALI Bukankah Kesempatan untuk memberi perhatian kepada orang-orang yang kita cintai itu sangat berharga ? DO IT NOWBerilah “PERHATIAN TERBAIK” bagi mereka yang kita cintai. LAKUKAN SEKARANG !! KARENA HANYA ADA SATU KESEMPATAN UNTUK MEMPERHATIKAN DENGAN HATI KITA.

Gema

Seorang bocah mengisi waktu luang dengan kegiatan mendaki gunung bersama ayahnya. Entah mengapa, tiba-tiba si bocah tersandung akar pohon dan jatuh. “Aduhh!” jeritannya memecah keheningan suasana pegunungan. Si bocah amat terkejut, ketika ia mendengar suara di kejauhan menirukan teriakannya persis sama, “Aduhh!”
Dasar anak-anak, ia berteriak lagi, “Hei! Siapa kau?” Jawaban yang terdengar, “Hei! Siapa kau?” Lantaran kesal mengetahui suaranya selalu ditirukan, si anak berseru, “Pengecut kamu!” Lagi-lagi ia terkejut ketika suara dari sana membalasnya dengan umpatan serupa. Ia bertanya kepada sang ayah, “Apa yang terjadi?”
Dengan penuh kearifan sang ayah tersenyum, “Anakku, coba perhatikan.” Lelaki itu berkata keras, “Saya kagum padamu!” Suara di kejauhan menjawab, “Saya kagum padamu!” Sekali lagi sang ayah berteriak “Kamu sang juara!” Suara itu menjawab, “Kamu sang juara!” Sang bocah sangat keheranan, meski demikian ia tetap belum mengerti. Lalu sang ayah menjelaskan, “Suara itu adalah GEMA, tapi sesungguhnya itulah KEHIDUPAN.”
Kehidupan memberi umpan balik atas semua ucapan dan tindakanmu. Dengan kata lain, kehidupan kita adalah sebuah pantulan atau bayangan atas tindakan kita. Bila kamu ingin mendapatkan lebih banyak cinta di dunia ini, ya ciptakan cinta di dalam hatimu. Bila kamu menginginkan tim kerjamu punya kemampuan tinggi, ya tingkatkan kemampuan itu.Hidup akan memberikan kembali segala sesuatu yang telah kau berikan kepadanya. Ingat, hidup bukan sebuah kebetulan tapi sebuah bayangan dirimu.